• Home
  • Daftar Isi

Putra Kelubir, Adalah Sebuah Blog Sederhana Yang Menyajikan Informasi, Pengetahuan, dan Link Download mp3 Lagu Daerah (Melayu) serta lagu-lagu Yelse (Slow Rock Indonesia).

BIRAU BUDAYA BULUNGAN

Kabupaten Bulungan, Kalimantan Timur memang ibarat gadis desa cantik yang belum tersentuh tangan tukang rias. Wilayah Bulungan memiliki banyak potensi pariwisata. Selain alamnya yang indah dan mempesona, seni dan budaya masyarakatnya pun memiliki daya tarik yang mampu menawan turis manca negara. Namun, hingga sekarang masih belum ada objek wisata yang dapat dibanggakan sebagai pariwisata andalan.

Perayaan Birau di Kabupaten Bulungan Kalimantan Timur dilaksanakan setiap 2 tahun, yang dimulai pada tanggal 12 Oktober. Birau adalah sebuah tradisi yang berupa perayaan adat yang awalnya biasa diselenggarakan Kesultanan Bulungan

Dalam perkembangannnya, secara umum Birau dikemas dalam perpaduan aspek tradisional dan modern, Aspek tradisional dalam kegiatan Birau adalah upacara adat Biduk Bebandung dan lomba perahu "alut Pasa Pebela Tawai Uyan, di sungai Kayan dan perlombaan olah raga tradisonal antara lain Sumpit, Asinan, Payu Silat, dan lainnya.
Sedangkan aspek modern dari perayaan Birau adalah pameran pembangunan, serta hiburan modern di panggung pentas Birau

Pesta budaya Kabupaten Bulungan .Provinsi Kalimantan Timur “Birau” bukan sekedar upacara formal atau hura-hura namun merupakan salah satu bentuk upaya untuk melestarikan budaya daerah setempat. Selain untuk melestarikan budaya, Birau terus kita kemas untuk menjadi salah satu daya tarik kepariwisataan Bulungan.


Asal Mula Birau

Birau, sebuah kata dalam bahasa suku Bulungan yang artinya, pesta besar (agung). Sebuah tradisi (pesta adat) yang dulunya biasa dilakukan oleh Sultan Bulungan secara turun-temurun.

Birau diselenggarakan pada saat perkawinan putera-puteri Sultan, khatam Al Quran, sunatan, naik ayun/injak tanah, dan teristimewa saat penobatan sultan. Birau sudah menjadi salah satu upacara adat di kalangan Kesultanan Bulungan, sekaligus sebagai sarana partisipasi dan hiburan bagi rakyat.

Menurut data/arsip yang tersimpan di museum Kesultanan Bulungan di Tanjung Palas, Birau secara intensif diselenggarakan di masa pemerintahan Ali Kahar. Sultan Bulungan ke V yang bergelar Sultan Kaharuddin II atau Puen Tua memerintah dari tahun 1875-1889. Pesta akbar ini seakan jadi pesta syukur dan kegembiraan bagi masyarakat Bulungan yang terdiri dari berbagai etnik dan suku hingga terakhir kali diselenggarakan tahun 1955 pada saat khatam dan khitanan Datuk Ali putera Sultan Maulana Djalaluddin.

Lagi, menurut data tersebut, penyelenggaraan Birau yang paling meriah dan besar yang berlangsung selama 40 hari 40 malam terjadi pada tahun 1946. Saat itu - Sultan Bulungan Ke X yang bernama Sultan Maulana Djalaluddin dianugerahi pangkat Letnan Kolonel Tituler oleh Ratu Belanda Wihelmina. Ini sebuah penghargaan tentunya.

Namun, sejak Sultan Maulana Djalaluddin pada 12 Desember 1958 meninggal dunia, tidak ada lagi ditemukan catatan penyelenggaraan Birau di Bulungan, atau bekas Kesultanan Bulungan yang meliputi wilayah Tarakan, Nunukan, Malinau, dan Tanah Tidung, yang sekarang dimekarkan jadi kota dan kabupaten. Tapi, setelah H Jusuf Dali terpilih sebagai Bupati pada tahun 1991, ia menetapkan penyelenggaraan birau setiap dua tahun, yang kemudian oleh Bupati RA Bessing (almarhum) menjadikannya setiap tahun untuk mengembangkan produk wisata di Wilayah Utara Provinsi Kalimantan Timur yang berbatasan langsung dengan Negara bagian Sabah dan Serawak Malaysia Timur.


Birau Saat Ini

Penyelenggaraan birau ini menjadi melembaga karena dipadukan dengan perayaan hari jadi Kota Tanjung Selor, bulan Oktober tahun 1790, dan hari jadi Kabupaten Bulungan yang jatuh pada 12 Oktober 1960. Birau ditetapkan pada setiap 12 Oktober, dan ketetapan tersebut dikukuhkan dalam Perda Tk II Bulungan Nomor 02 Tahun 1991. Setelah itu disahkan lagi dalam SK Gubernur Kepala Daerah (KDH) Tk I Kaltim No 003.3-IV.2-144, kata Kabag Humas dan Protokol Sekretariat Kabupaten Bulungan, Drs Yahdian Noor, MSi kepada SL Pohan, wartawan Berita Indonesia di Tarakan.

Secara tradisional, Birau bukanlah semata-mata sebuah pesta besar, tapi juga sebagai refleksi kegembiraan atas suatu keberhasilan pencapaian sesuatu. Ia punya estetika dan norma-norma adat yang kharismatik, sakral serta sarat dengan nilai-nilai seni budaya yang khas Kesultanan Bulungan. Birau yang dikemas untuk kebutuhan masa kini, selain menampilkan perpaduan budaya tradisional juga konvensional, tutur Yahdian Noor.

Aspek tradisional misalnya, upacara biduk bebandung, lomba perahu atau yang disebut Alut pasa pabeka tawai uyan di Sungai Kayan, dan tarian masing masing daerah, serta kesenian dari suku yang bermukim di Bulungan dari berbagai daerah di Indonesia. Sementara yang konvensional meliputi pameran hasil pembangunan dari segala bentuk instrumen.

Pembukaan Birau ditandai dengan penembakan meriam “Benua” (meriam yang saat ini masih dipajang di depan Museum Bulungan). Pada Birau itu akan dilaksanakan berbagai pergelaran seni budaya dari berbagai etnis di Bulungan serta pertandingan tradisional, antara lain sumpit, dayung serta gulat (mirip sumo dari Jepang).

Berbagai kegiatan selama Birau secara umum terbagi tiga, yakni kegiatan olahraga (modern dan tradisional), seni budaya dan upacara puncak peringatan yang akan melibatkan ribuan massa.

Tujuan Birau selain untuk melestarikan dan menggali potensi adat dan seni budaya asli Kabupaten Bulungan, juga bertujuan memberikan hiburan kepada masyarakat dan penyampaian informasi hasil pembangunan daerah, serta sebagai media promosi pariwisata daerah dan upaya menarik wisatawan.




Sumber Bacaan:
- http://www.beritaindonesia.co.id/
- http://matanews.com/
- http://dendiarachman.blogspot.com/

Berkaitan dengan BIRAU BUDAYA BULUNGAN:

Share on :
Like This Page
0 Comments